Sabtu, 17 Juni 2017

Service Level Agreement (SLA) & Operational Level Agreement (OLA)




Service Level Agreement (SLA)


Definisi SLA,
SLA adalah singkatan dari Service Level Agreement, dimana pengertiannya secara umumnya adalah bagian dari perjanjian layanan secara keseluruhan antara 2 (dua) entitas untuk peningkatan kinerja atau waktu pengiriman harus di perbaiki selama masa kontrak. Dua entitas itu biasa dikenal sebagai penyedia layanan dank lien, dan dapat melibatkan perja njian secara hokum karena melibatkan uang,atau kontrak lebih informal antara unit-unit bisnis internal.

Pembuatan SLA,
Sebelum membuat SLA, terlebih dahulu harus dipahami dahulu tentang unsur- unsur yang terkait SLA yaitu Supplier, Input, Proses, Output, dan Costumer (SIPOC). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:



ü     Supplier merupakan pihak yang memberikan sumber daya kepada organisasi untuk menjalankan      proses menghasilkan produk/layanan;
ü   Input adalah segala sumber daya yang digunakan dalam proses menghasilkan produk/layanan,  meliputi Manusia, Mesin, Metode, Material dan Lingkungan (Mother Nature);
ü  Proses merupakan serangkaian aktivitas untuk menghasilkan produk/layanan, meliputi Proses Utama  yaitu proses yang dilakukan untuk menghasilkan produk; Proses Pendukung yaitu proses yang  dilakukan untuk mendukung proses utama; dan Proses Manajemen yaitu proses yang dilakukan  untuk menyempurnakan proses utama;
ü       Output adalah berupa produk/layanan yang dihasilkan dari suatu proses; dan
ü       Costumer adalah pihak yang menerima/membutuhkan produk/layanan dari suatu organisasi.

Tingkatan dalam SLA,

ü  Customer-based SLA: Kesepakatan dengan kelompok pelanggan individual, yang mencakup semua layanan yang mereka gunakan. Misalnya, SLA antara pemasok (IT service provider) dan departemen keuangan dari sebuah organisasi besar untuk layanan seperti sistem keuangan, sistem penggajian, sistem penagihan, sistem pengadaan / pembelian, dll.

ü   Service-based SLA: Kesepakatan untuk semua pelanggan yang menggunakan layanan yang dikirimkan oleh penyedia layanan. Sebagai contoh:
·   Penyedia layanan bergerak menawarkan layanan rutin kepada semua pelanggan dan menawarkan perawatan tertentu sebagai bagian dari penawaran dengan pengisian universal.
·         Sistem email untuk keseluruhan organisasi. Ada kemungkinan kesulitan yang timbul pada jenis SLA ini karena tingkat layanan yang ditawarkan dapat bervariasi untuk pelanggan yang berbeda (misalnya, staf kantor pusat mungkin menggunakan koneksi LAN berkecepatan tinggi sementara kantor lokal mungkin harus menggunakan jalur leased line yang lebih rendah) .

ü  Multilevel SLA: SLA dibagi ke dalam tingkat yang berbeda, masing-masing menangani beragam pelanggan untuk layanan yang sama, dalam SLA yang sama.
·    Corporate-Level SLA: Meliputi semua manajemen tingkat layanan generik (sering disingkat SLM) yang sesuai untuk setiap pelanggan di seluruh organisasi. Isu-isu ini cenderung kurang stabil dan pembaruan (review SLA) kurang sering dibutuhkan.
· Customer-Level SLA: mencakup semua masalah SLM yang relevan dengan kelompok pelanggan tertentu, terlepas dari layanan yang digunakan.
·   Service-Level SLA: mencakup semua masalah SLM yang relevan dengan layanan spesifik, sehubungan dengan kelompok pelanggan khusus ini.

Mengapa SLA dibutuhkan

SLA dibutuhkan jika dilihat dari sisi Penyedia layanan adalah sebagai jaminan atas service yang diberikan kepada klien, sehingga klien tersebut bisa puas atas layanan yang diberikan, dampak lain yang akan muncul dari sisi penyedia layanana adalah konsep pemasaran tradisional yaitu pemasaran dari mulut ke mulut , maksudnya adalah klien akan memberikan rekomendasi kepada temannya/ rekan lainnya bahwa layanan yang diberikan oleh penyedia tersebut bagus, sehingga berharap teman/ rekan lainnya mau berlangganan kepada provider/ penyedia layanan tersebut

Dari sisi Klien adalah menjamin aspek ketersedian  (availability) informasi(kalau kita mengacu kepada konsep informasi yang berkualias, adalah mengacu kepada availability, accurate, Update). Sehingga pihak klien merasa terbantu dengan ketersediaan layanan yang diberikan oleh pihak provider, sehingga proses pengelolaan data/ informasi dengan pihak-pihak terkait (customer/ vendor) berjalan lancar & tidak terganggu karena layanan itu mati, bisa dibayangkan jika klien tersebut adalah sebuah institusi perbankan (dimana layanan yang dibutuhkan adalah 24 jam , dengan kata lain layanan internet nya tidak boleh down (mati), dan bisa dibayangkan juga jika layanan dari perbankan itu down (mati), akibatnya dari aspek pemasaran nasabahnya dari bank tersebut tidak akan percaya , sehingga dampak yang paling tragis adalah nasabah tersebut akan berpindah kepada layanan dari bank lain ?, begitupula layanan-layanan lainnya seperti Perguruan tinggi, yang nantinya akan berdampak kepada image yang kurang baik dari perguruan tinggi tersebut.

Rincian Teknis,

Penggunaan SLA telah menyebar luas dengan penggunaan layanan manajemen TI dasar seperti SMF atau ITIL. Penggunaan umum dalam manajemen layanan TI adalah sebagai call center. Pengukuran dalam kasus-kasus ini biasanya diidentifikasi sebagai:

ü  ABA (Abandonment Average) : Sebuah persentase panggilan masuk, dimana panggilan lain di tahan, dan menjawab panggilan masuk yang lainnya
ü   ASA (Average Speed to Answer) : Rata-rata jumlah detik yang diperlukan untuk panggilan yang harus dijawab oleh pusat layanan.
ü  TSF (Time Service Factor) : Sebuah persentase panggilan dijawab dalam batas waktu tertentu, sebuah contoh yang baik adalah mengatakan 80% dalam 20 detik.
ü  FCR (First Call Resolution) : Sebuah persentase panggilan masuk yang dapat diselesaikan/ dipecahkan tanpa harus menelpon pelanggan kembali atau pelanggan tidak perlu menelpon kembali untuk menyelesaikan kasus ini.
ü  TAT (Turn Around Time) : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu.

Penggunaan SLA tidak terbatas pada dunia IT atau telekomunikasi – mereka juga digunakan untuk real estate, medis dan bidang apapun yang menyediakan produk atau layanan kepada pelanggan.Layanan berorientasi manusia dan bisnis memiliki kebutuhan untuk mengukur dan memikul tanggung jawab, dan SLA menyediakan pengukuran dan ide bagi entitas untuk menyepakati.



Operational Level Agreement (OLA)


Definisi OLA,

Perjanjian tingkat operasional (operational level agreement / OLA) adalah kontrak yang menentukan bagaimana berbagai kelompok TI dalam perusahaan berencana memberikan layanan atau rangkaian layanan. OLA dirancang untuk mengatasi dan memecahkan masalah silo TI dengan menetapkan seperangkat kriteria tertentu dan menentukan rangkaian layanan TI tertentu yang masing-masing departemen bertanggung jawab. Perlu dicatat bahwa istilah Service Level Agreement (SLA) digunakan di banyak perusahaan saat membahas kesepakatan antara dua kelompok internal, namun menurut kerangka Teknologi Informasi Infrastruktur Informasi (ITIL) untuk praktik terbaik, jenis kontrak internal ini harus disebut Sebuah Perjanjian Tingkat Operasional.

OLA bukan pengganti SLA. Tujuan OLA adalah untuk membantu memastikan bahwa kegiatan yang mendasari yang dilakukan oleh sejumlah komponen tim pendukung secara jelas disesuaikan untuk menyediakan SLA yang dimaksud.

Jika OLA yang berada di bawah tidak ada, seringkali sangat sulit bagi organisasi untuk kembali dan memberi persetujuan insinyur antara tim pendukung untuk mengirimkan SLA. OLA  harus dilihat sebagai dasar praktik yang baik dan kesepakatan bersama.

Perbedaan SLA dan OLA,

1.  Service Level Agreement berfokus pada bagian layanan dari perjanjian, seperti uptime layanan dan kinerja. Di sisi lain, Perjanjian Tingkat Operasional adalah kesepakatan sehubungan dengan pemeliharaan dan layanan lainnya.
2.   Service Level Agreement pada dasarnya adalah kontrak antara penyedia layanan dan pelanggan. OLA adalah kesepakatan antara kelompok pendukung internal sebuah institusi yang mendukung SLA.
3.    Saat membandingkan kelompok sasaran, OLA memiliki kelompok sasaran lebih kecil daripada SLA.
4.    Berbeda dengan OLA, SLA menghubungkan penyedia layanan ke pelanggan.
5.    Perjanjian Tingkat Operasional lebih bersifat teknis daripada Service Level Agreement.


Contoh Kasus SLA

Hubungan antara business users dan Departemen TI dalam rangka penyediaan dan penyelenggaraan layanan umumnya tidak mengandal kan kesepakatan tingkat layanan (SLA). Padahal keberadaan SLA dapat menjadi dasar pengukuran dan standar tingkat layanan yang dibutuhkan oleh business users sperti ketersediaan layanan (availability) dan respon times. Utamanya hal ini diperlukan untuk aplikasi-aplikasi kritikal dan core seperti Global Purchase Order (GPO) yang di implmentasikan pada Perusahaan XYZ. Oleh karenanya perlu ditelaah mekanisme dan prosedur yang terkait pengembangan SLA. Dalam pengembangan SLA ini misalnya memperhatikan penerjemahan kebutuhan pengguna, survey dan wawancara untuk menangkap kebutuhan spesifik dari pengguna, analisa arsitektur layanan untuk mengidentifikasi komponen-komponen untuk tercapainya SLA, serta analisa proses bisnis untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan terhadap proses-proses yang berjalan di perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Proyek Akhir ini mengembangkan kerangka pengelolaan SLA agar dapat membantu penerapan penyelenggaraan layanan TI di lapangan. Namun proyek ini tidak mencakup implementasi kerangka pengembangan SLA yang disempurnakan. Untuk implementasi lebih lanjut, kerangka ini perlu diuji dan di evaluasi bersama dengan kedua belah pihak penyedia dan pengguna layanan agar dapat mencapai hasil yang maksimal dan disepakati.






Daftar Pustaka

https://en.wikipedia.org/wiki/Service-level_agreement
http://debbychodati07.blogspot.co.id/2012/04/sla-service-level-agreement.html
https://bambangsuhartono.wordpress.com/2013/07/26/pengertian-dan-cara-perhitungan-sla-service-level-agreement/
https://en.wikipedia.org/wiki/Operational-level_agreement
http://whatis.techtarget.com/definition/operational-level-agreement-OLA